Menelusuri Ruqyah Syar'iyyah

Merunut sejarah ruqyah merupakan salah satu metode pengobatan yg cukup tua di muka bumi ini. Dengan datang Islam metode ini kemudian disesuaikan dgn nafas dan tata cara yg sesuai syariat.
Ada akibat tentu dgn sebab. Yang demikian merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala yg berlaku di jagad raya ini. Memang ini tdk mutlak terjadi pada seluruh perkara. Namun mayoritas urusan makhluk tdk lepas dari hukum sebab dan akibat. Hukum ini merupakan hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala yg lengkap dgn kebaikan. Makhluk mana pun tdk bisa menggapai keinginan kecuali dgn hukum sebab dan akibat. Di alam nyata ini tdk ada sebab yg sempurna dan bisa melahirkan akibat dgn sendiri kecuali kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan sebab bagi segala sebab. Kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala adl kekuatan yg selalu menuntut akibat. tdk satu sebab pun bisa melahirkan akibat dgn sendiri melainkan harus disertai sebab yg lain yaitu kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan pada sebagian sebab hal-hal yg dapat menggagalkan akibatnya. Adapun kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala tdk membutuhkan sebab yg lain kecuali kehendak-Nya itu sendiri.
Tak ada sebab apapun yg dapat melawan dan membatalkannya. Namun terkadang Allah Subhanahu wa Ta’ala membatalkan hukum kehendak-Nya dgn kehendak-Nya . Dialah yg menghendaki sesuatu lalu menghendaki lawan yg bisa mencegah terjadinya. Inilah sebab mengapa seorang hamba wajib memasrahkan diri takut berharap dan berkeinginan hanya ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengucapkan dlm doanya:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرَضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمَعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ
“Ya Allah sesungguh aku berlindung dgn ridha-Mu dari murka-Mu dgn pemeliharaan-Mu dari siksa-Mu. Dan aku berlindung dengan-Mu dari-Mu.”
وَلاَ مَنْجَى مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ
“Tak ada tempat selamat dari Dzat-Mu kecuali kepada Dzat-Mu.”
Di antara sekian akibat yg membutuhkan sebab adl kesembuhan. Kesembuhan datang dgn sebab berobat. Namun apakah tiap orang yg berobat pasti sembuh? Jawaban tentu tidak. Karena kesembuhan itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan dari obat atau orang yg mengobati. Obat akan manjur dan mengantarkan kepada kesembuhan bila Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Karena itu seorang yg berobat tdk boleh menyandarkan diri kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan kepada obat dan orang yg mengobati.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memaparkan perihal berobat dlm beberapa haditsnya. Di antaranya:
1. Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dgn penyakit mk dia akan sembuh dgn seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللهُ مِنْ دَاءٍ إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya.”
3. Dari Usamah bin Syarik radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata:
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَاءَتِ اْلأَعْرَابُ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَنَتَدَاوَى؟ فَقَالَ: نَعَمْ يَا عِبَادَ اللهِ، تَدَاوَوْا، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ شِفَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ. قَالُوا: مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ
Aku pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah serombongan Arab dusun. Mereka berta “Wahai Rasulullah bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya wahai para hamba Allah berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obat kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.”
4. Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
“Sesungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yg bisa mengetahui dan tdk diketahui oleh orang yg tdk bisa mengetahuinya.”
Dalam berobat banyak cara yg bisa ditempuh asalkan tdk melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun para ulama berbeda pendapat tentang hukum berobat dan meninggalkannya. Tentu perselisihan mereka berangkat dari perbedaan dlm memahami dalil-dalil yg ada dlm permasalahan ini. Terdapat tiga pendapat di kalangan para ulama dlm menentukan hukum berobat.
Pertama menurut sebagian ulama bahwa berobat diperbolehkan namun yg lbh utama tdk berobat. Ini merupakan madzhab yg masyhur dari Al-Imam Ahmad rahimahullahu.
Kedua menurut sebagian ulama bahwa berobat adl perkara yg disunnahkan. Ini merupakan pendapat para ulama pengikut madzhab Asy-Syafi’i rahimahullahu. Bahkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu dlm kitab Syarh Shahih Muslim menisbahkan pendapat ini kepada madzhab mayoritas para ulama terdahulu dan belakangan. Pendapat ini pula yg dipilih oleh Abul Muzhaffar. Beliau berkata: “Menurut madzhab Abu Hanifah berobat adl perkara yg sangat ditekankan. Hukum hampir mendekati wajib.”
Ketiga menurut sebagian ulama bahwa berobat dan meninggalkan sama saja tdk ada yg lbh utama. Ini merupakan madzhab Al-Imam Malik rahimahullahu. Beliau berkata: “Berobat adl perkara yg tdk mengapa. Demikian pula meninggalkannya.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu memiliki metode yg cukup baik dlm mempertemukan beberapa pendapat di atas. Beliau merinci hukum berobat menjadi beberapa keadaan sebagai berikut:
1. Bila diketahui atau diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat dan meninggalkan akan berakibat kebinasaan mk hukum wajib.
2. Bila diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat namun meninggalkan tdk berakibat kebinasaan yg pasti mk melakukan lbh utama.
3. Bila dgn berobat diperkirakan kadar kemungkinan antara kesembuhan dan kebinasaan sama mk meninggalkan lbh utama agar dia tdk melemparkan diri dlm kehancuran tanpa disadari.
Secara garis besar berobat merupakan perkara yg disyariatkan selama tdk menggunakan sesuatu yg haram. Hal ini sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm sabdanya:
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Sesungguh Allah telah menurunkan penyakit dan obat demikian pula Allah menjadikan bagi tiap penyakit ada obatnya. mk berobatlah kalian dan janganlah berobat dgn yg haram.”
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيْثِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari obat yg buruk .” (Lihat kitab Ahkam Ar-Ruqa wa At-Tama`im karya Dr. Fahd As-Suhaimi hal. 21}
Di antara cara pengobatan yg disyariatkan adl melakukan ruqyah. Akhir-akhir ini pengobatan dgn ruqyah memang marak diperbincangkan dan dipraktekkan di tengah kaum muslimin negeri ini. Padahal sebelum pengobatan dgn ruqyah tdk banyak diketahui oleh mereka.
Sayang sebagian kelompok menjadikan ruqyah sebagai arena utk mengundang simpati publik demi kepentingan yg bernuansa politik. Mereka beramai-ramai membuka ruqyah center di berbagai tempat guna memenuhi kebutuhan massa yg ‘haus’ akan pengobatan ruqyah. Namun sudahkah praktek ruqyah itu mencocoki tuntunan syariat Islam? Pertanyaan ini harus dijawab dgn ilmu yg benar bukan dgn semangat belaka.
Oleh krn itu perlu pembekalan ilmu yg dapat mengenalkan kaum muslimin kepada ruqyah syar’i yg tepat sesuai dgn Al-Qur`an dan As-Sunnah. Sehingga mereka terhindar dari praktek-praktek ruqyah yg salah kaprah bahkan bertentangan dgn Al-Quran dan As-Sunnah. Oleh krn itu marilah kita simak beberapa pembahasan berikut ini.
Definisi Ruqyah
Makna ruqyah secara terminologi adl al-‘udzah yg digunakan utk melindungi orang yg terkena penyakit seperti panas krn disengat binatang kesurupan dan yg lainnya.
Secara terminologi ruqyah terkadang disebut pula dgn ‘azimah. Al-Fairuz Abadi berkata: “Yang dimaksud ‘azimah-‘azimah adl ruqyah-ruqyah. Sedangkan ruqyah yaitu ayat-ayat Al-Qur`an yg dibacakan terhadap orang2 yg terkena berbagai penyakit dgn mengharap kesembuhan.”
Adapun makna ruqyah secara etimologi syariat adl doa dan bacaan-bacaan yg mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala utk mencegah atau mengangkat bala/penyakit. Terkadang doa atau bacaan itu disertai dgn sebuah tiupan dari mulut ke kedua telapak tangan atau anggota tubuh orang yg meruqyah atau yg diruqyah.
Tentu ruqyah yg paling utama adl doa dan bacaan yg bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Ruqyah di Masa Jahiliyyah
Setiap manusia yg mengerti kemaslahatan tentu selalu ingin menjaga kesehatan tubuh dan jiwanya. Barangsiapa bisa memenuhi keinginan ini berarti karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala utk diri cukup besar. Sehingga wajar jika pengobatan ruqyah telah dikenal secara luas di tengah masyarakat jahiliyyah.
Ruqyah adl salah satu cara pengobatan yg mereka yakini dapat menyembuhkan penyakit dan menjaga kesehatan. Kala itu ruqyah digunakan utk mengobati berbagai penyakit seperti tersengat binatang berbisa terkena sihir kekuatan ‘ain dan lainnya.
Namun yg disayangkan ruqyah sering menjadi media utk penyebarluasan berbagai kesyirikan di kalangan mereka. Pengobatan ruqyah yg dilakukan tdk luput dari pelanggaran syariat. Di antara adl pengakuan mengetahui perkara ghaib menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyandarkan diri kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala berlindung kepada jin dan lain-lain.
Setelah Islam datang seluruh ruqyah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali yg tdk mengandung kesyirikan. Islam mengajarkan kaum muslimin utk berhati-hati dlm menggunakan ruqyah. Sehingga mereka tdk terjatuh ke dlm pengobatan ruqyah yg mengandung bid’ah atau syirik.
‘Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
كُنَّ نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
“Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: ‘Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang hal itu?’ Beliau menjawab: ‘Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tdk mengapa selama tdk mengandung syirik’.”
Kebanyakan manusia terpedaya dgn penampilan ‘shalih’ dari orang yg meruqyah. Sehingga mereka tdk lagi memperhatikan tata cara dan isi ruqyah yg dibacakan.
Asy-Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alus-Syaikh hafizhahullah berkata: “Penyebaran kesyirikan banyak terjadi di negeri-negeri Islam melalui para tabib orang yg mengobati dgn ramu-ramuan dan mengobati dgn Al-Qur`an. Ibnu Bisyr menyebutkan pada permulaan Tarikh Najd di antara faktor penyebab tersebar kesyirikan di negeri Najd adl keberadaan para tabib dan ahli pengobatan dari orang2 Badwi di berbagai kampung sewaktu musim buah. Manusia membutuhkan mereka utk keperluan meruqyah dan pengobatan. mk mereka memerintahkan manusia dgn kesyirikan dan cara-cara yg tdk disyariatkan..”
Hukum Ruqyah
Ruqyah telah dikenal oleh masyarakat jahiliyyah sebelum Islam. Tetapi kebanyakan ruqyah mereka mengandung kesyirikan. Padahal Islam datang utk mengenyahkan segala bentuk kesyirikan. Alasan inilah yg membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para shahabat radhiallahu ‘anhum utk melakukan ruqyah. Kemudian beliau membolehkan selama tdk mengandung kesyirikan. Beberapa hadits telah menjelaskan kepada kita tentang fenomena di atas. Di antaranya:
1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguh segala ruqyah tamimah dan tiwalah adl syirik.”
2. Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata:
كُنَّ نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab: “Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tdk mengapa selama tdk mengandung syirik.”
3. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: إِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِي مِنَ الْعَقْرَبِ وَإِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى. قَالَ: فَعَرَضُوْهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَا أَرَى بَأْسًا، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah. Lalu keluarga ‘Amr bin Hazm datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah sesungguh kami dahulu memiliki ruqyah yg kami pakai utk meruqyah krn kalajengking. Tetapi engkau telah melarang dari semua ruqyah.” Mereka lalu menunjukkan ruqyah itu kepada beliau. Beliau bersabda: “Tidak mengapa barangsiapa di antara kalian yg mampu memberi kemanfaatan bagi saudara mk hendak dia lakukan.”
4. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu beliau berkata:
كَانَ لِيْ خَالٌ يَرْقِي عَنِ الْعَقْرَبِ، فَنَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرُّقَى. قَالَ: فَأَتَاهُ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى وَأَنَا أَرْقِي مِنَ الْعَقْرَبِ فَقَالَ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Dahulu pamanku meruqyah krn kalajengking. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah. mk pamanku mendatangi beliau lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah sesungguh engkau melarang dari segala ruqyah dan dahulu aku meruqyah krn kalajengking.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: ‘Barangsiapa di antara kalian yg mampu memberi manfaat bagi saudara mk hendak dia lakukan.”
5. Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu ‘anhu beliau berkata:
كُنْتُ أَرْقِي مِنْ حُمَةِ الْعَيْنِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ. فَلَمَّا أَسْلَمْتُ ذَكَرْتُهَا لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: اعْرِضْهَا عَلَيَّ. فَعَرَضْتُهَا عَلَيْهِ، فَقَالَ: ارْقِ بِهَا فَلاَ بَأْسَ بِهَا
“Di masa jahiliyyah dulu aku meruqyah krn kalajengking dan ‘ain . Tatkala aku masuk Islam aku memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Perlihatkan ruqyah itu kepadaku!’ Lalu aku menunjukkan kepada beliau. Beliau pun bersabda: ‘Pakailah utk meruqyah krn tdk mengapa menggunakannya’.”
6. Dari Syifa` bintu Abdullah radhiallahu ‘anha:
أَنَّهَا كَانَتْ تُرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَلَمَّا جَاءَ اْلإِسْلاَمُ، قَالَتْ: لاَ أَرْقِي حَتَّى اسْتَأْذَنَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَتَيْتُهُ فَاسْتَأْذَنْتُهُ. فَقَالَ عَنْهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ارْقِي مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهَا شِرْكٌ
“Dahulu dia meruqyah di masa jahiliyyah. Setelah kedatangan Islam mk dia berkata: ‘Aku tdk meruqyah hingga aku meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lalu dia pun pergi menemui dan meminta izin kepada beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ‘Silahkan engkau meruqyah selama tdk mengandung perbuatan syirik’.”
Demikianlah mereka melakukan ruqyah di masa jahiliyyah. Ruqyah mereka mengandung perbuatan syirik sehingga dilarang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau membolehkan bagi mereka selama tdk mengandung kesyirikan. Beliau membolehkan krn ruqyah itu bermanfaat bagi mereka dlm banyak hal.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Hadits-hadits sebelum menunjukkan bahwa hukum asal seluruh ruqyah adl dilarang sebagaimana yg tampak dari ucapannya: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah.’ Larangan terhadap segala ruqyah itu berlaku secara mutlak. Karena di masa jahiliyyah mereka meruqyah dgn ruqyah-ruqyah yg syirik dan tdk dipahami. Mereka meyakini bahwa ruqyah-ruqyah itu berpengaruh dgn sendirinya. Ketika mereka masuk Islam dan hilang dari diri mereka yg demikian itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dari ruqyah secara umum agar lbh mantap larangan dan lbh menutup jalan . Selanjut ketika mereka berta dan mengabarkan kepada beliau bahwa mereka mendapat manfaat dgn ruqyah-ruqyah itu beliau memberi keringanan sebagian bagi mereka. Beliau bersabda: ‘Perlihatkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Tidak mengapa menggunakan ruqyah-ruqyah selama tdk mengandung syirik’.”
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ
“Tidak ada ruqyah kecuali krn ‘ain atau humah .”
Menurut sebagian pendapat bahwa ruqyah tdk diperbolehkan kecuali krn dua hal yg telah disebutkan dlm hadits di atas.
Ini adl pendapat yg lemah krn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk memaksudkan dgn sabda tersebut utk melarang ruqyah pada yg selain keduanya. Yang beliau maksudkan bahwa ruqyah yg paling utama dan bermanfaat adl ruqyah yg disebabkan krn ‘ain atau humah. Hal ini terlihat dari uraian hadits. Ketika Sahl bin Hunaif terkena ‘ain dia bertanya: “Adakah yg lbh baik dlm ruqyah?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ نَفْسٍ أَوْ حُمَةٍ
“Tidak ada ruqyah kecuali krn satu jiwa dan humah .”
Demikian pula hadits-hadits yg lain baik yg bersifat umum atau khusus seluruh mengarah kepada makna di atas.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Para ulama berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk memaksudkan utk membatasi ruqyah hanya pada kedua dan melarang dari selain keduanya. Yang beliau maksudkan adl tdk ada ruqyah yg lbh benar dan utama daripada ruqyah krn ‘ain dan hummah krn bahaya kedua sangat dahsyat.”
Syarat-syarat Ruqyah
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Para ulama telah bersepakat tentang boleh ruqyah ketika terpenuhi tiga syarat:
1. Menggunakan Kalamullah atau nama-nama dan sifat-Nya.
2. Menggunakan lisan Arab atau yg selain selama makna diketahui.
3. Meyakini bahwa ruqyah tdk berpengaruh dgn sendiri namun dgn sebab Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka berselisih mengenai tiga hal di atas bila dijadikan sebagai syarat. Yang kuat adl pendapat yg mengharuskan utk memenuhi tiga syarat yg disebutkan.”
Dengan penjelasan di atas berarti segala ruqyah yg tdk memenuhi tiga syarat itu tdk diperbolehkan. Jika kita rinci ada tiga jenis ruqyah yg tdk diperbolehkan:
1. Ruqyah yg mengandung permohonan bantuan dan perlindungan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ruqyah-ruqyah seperti ini sering dipakai oleh para dukun tukang sihir dan paranormal. Mereka memohon bantuan dan perlindungan dgn menyebut nama-nama jin malaikat nabi dan orang shalih. Terkadang mereka melakukan kesyirikan ini dgn kedok agama. Banyak orang awam yg terkecoh dgn penampilan sebagian mereka yg memakai atribut agama. Padahal ruqyah yg mereka lakukan dan ajarkan berbau mistik serta sarat dgn kesyirikan.
2. Ruqyah dgn bahasa ‘ajam atau sesuatu yg tdk dipahami maknanya.
Mayoritas ruqyah yg berbahasa ‘ajam mengandung penyebutan nama-nama jin permintaan tolong kepada mereka dan sumpah dgn nama orang yg mengagungkannya. Oleh krn itu para setan segera menyambut dan menaati orang yg membacanya. Keumuman ruqyah yg tersebar di tengah manusia dan tdk menggunakan bahasa Arab banyak mengandung syirik. Demikian yg ditegaskan oleh Syaikhul Islam.
Asy-Syaikh Hafizh Al-Hakami berkata: “Adapun ruqyah yg tdk memakai lafadz-lafadz Arab tdk diketahui makna tdk masyhur dan tdk didapatkan dlm syariat sama sekali mk bukanlah perkara yg datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidaklah berada dlm naungan Al-Quran dan As-Sunnah. Bahkan hal itu merupakan bisikan setan kepada para walinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوْكُمْ
“Dan sesungguh para setan mewahyukan kepada wali-wali mereka utk mendebat kalian.”
Ruqyah semacam inilah yg dimaksud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm sabdanya:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguh segala ruqyah tamimah dan tiwalah adl syirik.”
Hal itu krn orang yg mengucapkan tdk mengetahui apakah ruqyah menggunakan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala para malaikat atau para setan. Dia pun tdk mengetahui apakah di dlm terdapat kekafiran atau keimanan kebenaran atau kebatilan kemanfaatan atau marabahaya dan apakah itu ruqyah atau sihir. Demi Allah mayoritas manusia benar-benar tenggelam dlm berbagai malapetaka ini. Mereka menggunakan dgn bentuk yg cukup banyak dan jenis yg beraneka ragam….”
Sebagian kalangan membolehkan tiap ruqyah walaupun makna tdk diketahui asalkan terbukti memberi kemanfaatan. Mereka berdalil dgn sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga ‘Amr bin Hazm sewaktu mereka berta tentang ruqyah:
مَا أَرَى بَأْسًا، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Aku lihat tdk mengapa. Barangsiapa yg mampu memberi manfaat bagi saudara hendaklah dia lakukan.”
Tetapi pendapat mereka ini terbantah dgn hadits ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i. Dia meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
“Perlihatkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Tidak mengapa kalian menggunakan ruqyah-ruqyah itu selama tdk mengandung syirik”.
Hadits ‘Auf ini menunjukkan dilarang seluruh ruqyah yg mengarah kepada kesyirikan. Setiap ruqyah yg tdk dimengerti makna tdk dirasa aman akan membawa kepada syirik. Sehingga tiap ruqyah yg tdk dimengerti makna dilarang dlm rangka berhati-hati.
3. Ruqyah yg diyakini bahwa pelaku bisa menyembuhkan dgn sendiri tanpa kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tentu yg demikian ini bertentangan dgn ajaran tauhid. Karena ruqyah merupakan sebab berarti pelaku ruqyah adl pelaku sebab. Peruqyah ibarat dokter sedangkan ruqyah ibarat obat. Obat adl sebab dan dokter adl pelaku sebab. Adapun pencipta sebab adl Allah Subhanahu wa Ta’ala. Suatu sebab akan bermanfaat jika dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dahulu bangsa jahiliyah meyakini bahwa ruqyah dipastikan berpengaruh dgn sendirinya. Oleh krn itu mereka sangat mengagungkan ruqyah dan pelakunya. Ini merupakan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang hamba diperintahkan utk menjalani sebab utk mendapatkan akibat. Namun hati tdk boleh bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala krn Allah Subhanahu wa Ta’ala adl Pencipta segala sebab dan akibat. Di tangan-Nya seluruh kekuasaan langit dan bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَا يَفْتَحِ اللهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلاَ مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلاَ مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Apa saja yg Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat mk tdk ada seorangpun yg dapat menahannya; dan apa saja yg ditahan oleh Allah mk tdk seorangpun yg sanggup utk melepaskan sesudah itu.”
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu mk tdk ada yg menghilangkan melainkan Dia sendiri.”
Seorang hamba hendak mengharapkan kesembuhan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hanya bergantung kepada-Nya tatkala melakukan ruqyah.
Sifat-sifat Peruqyah dan Pasiennya
Ruqyah merupakan perkara yg disyariatkan. Tentu seorang peruqyah perlu memperhatikan rambu-rambu syariat dlm meruqyah. Sehingga dia tdk ngawur dan melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hendak dia memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm tiap ucapan dan perbuatannya.
Semesti dia bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm seluruh ibadah tanpa sedikit pun berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika meruqyah hendak mengikhlaskan permintaan tolong dan perlindungan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala utk menggapai kemanfaatan dari ruqyah yg dia lakukan.
b. Memiliki ilmu syar’i tentang ruqyahnya.
Seharus dia mengetahui bahwa ruqyah yg digunakan termasuk yg disyariatkan. Hendak dia mengambil ruqyah dari Al-Qur`an As-Sunnah dan doa-doa yg ma’ruf. Jika dia tdk mengetahui ruqyah disyariatkan atau tdk semesti berta kepada orang yg berilmu. Bila dia seorang yg bodoh bukan ahlul ilmi dan tdk mampu utk menelaah ruqyah yg digunakan atau ditinggalkan berarti ini merupakan tanda bahwa dia tdk bisa. Dia tdk diperbolehkan bahkan tdk pantas diberi kesempatan utk meruqyah.
c. Bertujuan utk memberi kemanfaatan kepada orang lain.
Sudah seharus dia bertujuan dgn ruqyah itu utk memberi kemanfaatan kepada saudara yg membutuhkan. Ini adl sifat yg mulia dan dianjurkan. Sebagaimana hadits yg diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Barangsiapa di antara kalian yg mampu memberi kemanfaatan bagi saudara mk hendak dia lakukan.”
Memberi kemanfaatan kepada saudara kita yg membutuhkan atau sakit adl perbuatan baik yg sangat dituntut sesama hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hamba yg paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adl seorang yg paling bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya.
d. Membuat orang yg diruqyah hanya bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bila meruqyah seharus dia tdk membuat orang yg diruqyah bergantung kepada dirinya. Jika dia telah sering meruqyah orang lain sampai sembuh mk tdk perlu dia menceritakan kepada yg akan diruqyah sehingga tdk menimbulkan keyakinan yg salah terhadap dirinya. Sepantas dia menanamkan kepada orang yg akan diruqyah bahwa yg mampu menyembuhkan adl Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Adapun ruqyah adl sebab demikian pula diri bukan pencipta akibat. Namun sangat disayangkan kebanyakan peruqyah membuat orang yg diruqyah merasa yakin terhadap diri seolah-olah dialah yg menyembuhkan. dlm hal ini korban yg paling banyak adl para wanita dan orang2 yg bodoh.
e. Khusyu’ tunduk dan merendahkan diri hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini adl kelanjutan dari pembahasan yg sebelumnya. Seharus dia tdk membesar-besarkan diri di hadapan orang yg akan diruqyah. Sebagaimana dia juga tdk merasa besar terhadap diri sendiri. Niat adl memberi kemanfaatan kepada orang lain dgn seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan utk merasa besar dan membesar-besarkan diri. Sehingga dia tdk membuat manusia bergantung kepada diri tetapi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dgn menggunakan dzikir dan wirid-wirid yg disyariatkan di dlm As-Sunnah.
f. Menghindarkan diri dari celah-celah dosa dan fitnah.
Seharus dia tdk mengikuti langkah-langkah setan yg bisa menggelincirkan ke dlm kubangan dosa dgn alasan ruqyah. Terlebih lagi bila yg diruqyah adl wanita. Seringkali setan menggunakan kesempatan ini utk menjatuhkan peruqyah ke dlm dosa. Misal setan menggoda utk berkhalwat dgn wanita yg diruqyah padahal bukan mahramnya. Atau menggoda utk menyentuh bagian tubuh wanita itu dgn tangan dgn alasan agar ruqyah lbh manjur dsb. Oleh krn itu banyak dari kalangan peruqyah yg rusak agama setelah terlibat dlm dunia ruqyah.
Insya Allah nanti akan kita jelaskan praktek-praktek ruqyah yg menyimpang supaya kaum muslimin tdk mudah diperdaya oleh para peruqyah gadungan yg melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun orang yg diruqyah hendak memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Memperbesar harapan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm meminta pertolongan dan perlindungan.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يَرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيْبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu mk tdk ada yg dapat menghilangkan kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu mk tdk ada yg dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yg dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.”
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيْمُ الْخَبِيْرُ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu mk tdk ada yg menghilangkan melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu mk Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan Dialah yg berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ
“Dan apabila aku sakit Dialah yg menyembuhkan aku.”
b. Meninggalkan rasa was-was.
Seharus dia tdk mengikuti rasa was-was yg muncul pada diri krn hal itu berasal dari setan. Bila dia larut dlm rasa was-was itu justru secara tdk langsung dia telah membantu setan utk lbh menguasai dirinya. Karena itulah kita melihat kebanyakan orang yg tertimpa oleh penyakit was-was gampang dimasuki oleh jin atau terkena penyakit lainnya.
Di samping itu orang yg dihantui perasaan was-was akan membayangkan hal-hal yg bersifat halusinasi sehingga dia akan semakin lemah dan bertambah penyakit baik secara kualitas maupun kuantitas. mk wajib atas orang yg memiliki was-was utk memperkuat tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjalani berbagai sebab yg disyariatkan guna menyembuhkan penyakitnya. Demikian pula hendak dia melawan segala rasa was-was itu dan tdk mengikuti dgn cara berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
c. Mempelajari wirid bacaan dan doa-doa yg disyariatkan.
Seharus dia tdk selalu menggunakan orang lain dlm meruqyah dirinya. Hendak dia mulai menanamkan keyakinan bahwa diri mampu utk meruqyah sendiri tanpa membutuhkan orang lain. Kemudian dia bersungguh-sungguh mempelajari wirid bacaan dan doa-doa yg disyariatkan utk dipakai meruqyah diri sendiri. Ruqyah-ruqyah yg dipelajari itu sangat bermanfaat guna mengobati atau membentengi diri dari berbagai gangguan setan dan penyakit. Untuk meruqyah diri dia bisa membaca seperti surat Al-Fatihah Al-Ikhlash Al-Falaq An-Naas Ayat Kursi dan yg lainnya. Dia bisa membaca ruqyah-ruqyah itu sebelum tidur di pagi dan sore hari setelah shalat wajib atau waktu-waktu lain sesuai dgn yg dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wirid-wirid yg dibaca itu ibarat baju atau besi yg dipakai utk membentengi dari beragama bahaya. Wirid-wirid itu adl sebab yg bermanfaat utk melindungi dirinya. Sedangkan pemberi manfaat dan penolak bahaya yg sebenar adl Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bacaan dan Tata Cara Ruqyah
Tentu bacaan dan wirid terbaik utk meruqyah adl kalam Pencipta Pemilik dan Pengatur alam semesta ini. Menggunakan kalam-Nya dlm meruqyah mengandung keberkahan Ilahi yg tdk terkira. Ketika seorang peruqyah mengharapkan kesembuhan hanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala mk sangat tepat dan utama bila dia menggunakan Kalamullah. Ucapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yg berupa Al-Qur`an sendiri memang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penyembuh dari segala jenis penyakit. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُوْرِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Hai manusia sesungguh telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dlm dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang2 yg beriman.”
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّ خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an sesuatu yg menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang2 yg beriman.”
قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Katakanlah: ‘ itu adl petunjuk dan penyembuh bagi orang2 yg beriman’.”
Alam semesta ini adl ciptaan milik dan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada satu kekuatan pun yg mampu berhadapan dgn kemahakuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Para malaikat pingsan dan tersungkur sujud tatkala mendengar firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas langit sana. Sedangkan langit-langit bergemuruh dgn dahsyat krn takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana hal ini telah dikabarkan oleh Rasul yg jujur lagi dibenarkan ucapan yaitu Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَتِلْكَ اْلأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Kalau sekira Kami menurunkan Al-Qur`an ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihat tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat utk manusia supaya mereka berfikir.”
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Termasuk perkara yg dimaklumi bahwa sebagian ucapan memiliki keistimewaan dan kemanfaatan yg telah teruji. mk bagaimana kita menganggap ucapan Rabb semesta alam ini? Tentu keutamaan ucapan-Nya atas segala ucapan yg lain seperti keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya. Ucapan-Nya merupakan penyembuh yg sempurna pelindung yg bermanfaat cahaya yg memberi petunjuk dan rahmat yg menyeluruh. Ucapan-Nya yg sekira diturunkan kepada sebuah gunung niscaya akan pecah krn keagungan dan kemuliaan-Nya.”
Berobat dgn Al-Qur`an adl penyembuhan yg mujarab. Terlebih lagi jika dibacakan oleh seorang yg memiliki kekuatan iman. Dengan demikian pengaruh bacaan itu akan bertambah ampuh utk pengobatan segala penyakit dgn seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penyembuhan dgn Al-Qur`an tdk hanya bagi penyakit jiwa bahkan juga sangat mumpuni bagi penyakit jasmani. Cukuplah sebagai bukti konkret peristiwa yg diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu . Hadits tersebut menunjukkan betapa besar pengaruh Al-Qur`an bagi penyembuhan penyakit jasmani. Bila seorang muslim melakukan dgn keyakinan penuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya akan terealisasi dgn seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Menurut sebagian kalangan letak ruqyah dlm surat Al-Fatihah adl pada firman-Nya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
“Ha kepada-Mu kami menyembah dan memohon pertolongan.”
Dan tdk diragukan lagi bahwa dua kalimat ini termasuk bagian yg terkuat dari obat ini. Karena kedua mengandung penyerahan penyandaran pemasrahan permohonan tolong permintaan dan kebutuhan yg total kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula kedua menggabungkan puncak segala tujuan yaitu peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sarana yg paling utama yaitu permintaan tolong utk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yg tdk terdapat pada selainnya.
Suatu ketika aku pernah jatuh sakit di kota Makkah. Aku sama sekali tdk mendapatkan seorang dokter dan obat. mk aku pun berobat dgn surat Al-Fatihah. Aku ambil minum dari air Zamzam dan kubacakan atas surat Al-Fatihah lalu aku meminumnya. Aku pun sembuh secara total. Semenjak itu aku selalu berpegang dgn cara pengobatan ini pada kebanyakan penyakit yg aku derita. Akhir aku benar-benar meraih manfaat dgn surat Al-Fatihah.”
Penyembuhan Al-Qur`an terhadap penyakit jiwa sangat manjur pula. Seperti utk penyembuhan sempit dada pengaruh sorotan mata yg jahat dan mampu merusak akal dan jiwa kemasukan jin kena sihir dan lain-lain. Kesimpulan Al-Qur`an adl obat bagi segala penyakit.
Selain Al-Fatihah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga meruqyah dgn Al-Mu’awwidzat sebagaimana yg diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Beliau berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْفِثُ عَلَى نَفْسِهِ – فِي الْمَرَضِ الَّذِي مَاتَ فِيْهِ – بِالْمُعَاوِذَاتِ. فَلَمَّا ثَفُلَ، كُنْتُ أَنْفِثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ وَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا
“Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Mu’awwidzaat dan meniupkan dgn sedikit meludah atas diri beliau di masa sakit beliau yg membawa kepada kematiannya. Tatkala beliau merasa semakin parah aku yg membacakan Al-Mu’awwidzaat dan meniupkan atas beliau. Aku usapkan bacaan itu dan tiupan dgn tangan beliau sendiri. Hal ini krn keberkahan tangan beliau.”
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu menyebutkan hadits ini dlm kitab Shahih- dgn judul Bab Meruqyah dgn Al-Qur`an dan Al-Mu’awwidzat. Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu menjelaskan hal ini sebagai berikut: “Judul bab ini merupakan metode utk mengikutkan hukum sesuatu yg khusus dgn sesuatu yg umum . Karena yg dimaksud dgn Al-Mu’awwidzat adl surat Al-Falaq An-Naas dan Al-Ikhlash sebagaimana telah lewat penjelasan di bagian akhir Kitab At-Tafsir . Bisa jadi istilah Al-Mu’awwidzat di sini termasuk Bab At-Taghlib . Atau yg dimaksud adl surat Al-Falaq An-Naas dan seluruh ayat-ayat Al-Qur`an yg mengandung ta’awwudz kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Kemudian Ibnu Hajar rahimahullahu menyebutkan sebuah ayat sebagai contoh ucapannya. Namun beliau mengatakan bahwa pendapat yg pertama lbh baik. Beliau menyebutkan pula sebuah hadits dgn sanad yg disebutkan di dalamnya: “Tak ada ruqyah kecuali dgn Al-Mu’awwidzat.” Lalu beliau berbicara tentang kelemahan hadits ini dari sisi periwayatannya. Menurut beliau jika hadits ini shahih mk hukum telah dihapuskan krn Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan utk meruqyah dgn Al-Fatihah.
Setelah beberapa penjelasan beliau pun berkata: “…Hal ini tdk menunjukkan larangan ber-ta’awwudz dgn selain dua surat ini . Hal itu hanyalah menunjukkan keutamaannya. Terlebih lagi telah ada dalil yg membolehkan ber-ta’awwudz dgn selain keduanya. Ha saja beliau mencukupkan diri dgn kedua krn kedua mengandung al-isti’adzah yg ringkas dan padat dari segala perkara yg tdk disukai baik secara global maupun rinci….”
Boleh meruqyah dgn Al-Qur`an tdk terbatas pada surat Al-Fatihah Al-Falaq An-Naas dan Al-Ikhlas. Karena Al-Qur`an secara keseluruhan merupakan obat bagi segala penyakit. Oleh krn itu boleh meruqyah dgn ayat atau surat mana saja dari Al-Qur`an. Ibnu Baththal rahimahullahu berkata: “Bila diperbolehkan meruqyah dgn Al-Mu’awwidzatain yg kedua merupakan dua surat dari Al-Qur`an berarti meruqyah dgn yg selebih dari Al-Qur`an juga diperbolehkan. Karena seluruh adl Al-Qur`an.”
Demikian pula boleh meruqyah dgn nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala krn Al-Qur`an juga mengandung keduanya. Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Jibril ‘alaihissalam pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jibril bertanya: “Wahai Muhammad apakah engkau mengeluhkan rasa sakit?” Nabi menjawab: “Iya.” mk Jibril membacakan:
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرٍّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيْكَ، بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yg mengganggumu dan keburukan tiap jiwa atau sorotan mata yg dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu dgn nama Allah aku meruqyahmu.”
Adapun doa-doa yg dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk meruqyah juga merupakan pengobatan yg mujarab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kata-kata yg ringkas dan padat sehingga doa-doa yg beliau baca benar-benar barakah. Inilah keistimewaan yg telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bila kita memakai doa-doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk meruqyah dgn keyakinan yg mantap niscaya manfaat akan tampak nyata dgn seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam tulisan ini kami akan menyebutkan sebagian doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Namun bukan berarti tdk ada yg lain lagi. Selama suatu doa dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits yg shahih utk meruqyah diri atau orang lain mk kita diperbolehkan bahkan dianjurkan utk menggunakannya. Sebaik-baik teladan adl Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
Mengenai doa-doa yg kami maksud adl sebagai berikut:
1. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata kepada Tsabit Al-Bunani: “Maukah engkau aku ruqyah dgn ruqyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Tsabit menjawab: “Ya”. mk Anas membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبِأْسَ، اشْفِ أَنْتَ الشَافِي لاَ شَافِيَ إِلاَّ أَنْتَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَفَمًا
“Ya Allah Rabb sekalian manusia yg menghilangkan segala petaka sembuhkanlah Engkaulah Yang Maha Penyembuh tdk ada yg bisa menyembuhkan kecuali Engkau sebuah kesembuhan yg tdk meninggalkan penyakit.”
Dalam riwayat lain dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha beliau berkata: “Dahulu bila salah seorang dari kami mengeluhkan rasa sakit mk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap dgn tangan kanan beliau dan membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبِأْسَ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَفَمًا
“Ya Allah Rabb sekalian manusia hilangkanlah petaka dan sembuhkanlah dia Engkaulah Yang Maha Penyembuh tdk ada penyembuh kecuali penyembuhan-Mu sebuah penyembuhan yg tdk meninggalkan penyakit.”
2. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meruqyah dgn membaca:
امْسِحِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِكَ الشِّفَاءِ لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ
“Hapuslah petaka wahai Rabb sekalian manusia. Di tangan-Mu seluruh penyembuhan tdk ada yg menyingkap untuk kecuali Engkau.”
3. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila meruqyah beliau membaca:
بِسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا لِيُشْفَى بِهِ سَقِيْمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا
“Dengan nama Allah. Tanah bumi kami dan air ludah sebagian kami semoga disembuhkan dengan orang yg sakit di antara kami dgn seizin Rabb kami.”
4. Dari Abu Al-‘Ash Ats-Tsaqafi radhiallahu ‘anhu bahwa beliau mengeluhkan sakit yg dirasakan di tubuh semenjak masuk Islam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِي تَأَلَّمَ فِيْ جَسَدِكَ وَقُلْ: بِسْمِ اللهِ ثَلاَثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوْذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
“Letakkanlah tanganmu pada tempat yg sakit dari tubuhmu dan ucapkanlah ‘Bismillah ’ sebanyak tiga kali. Lalu ucapkanlah:
أَعُوْذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
‘Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sesuatu yg kurasakan dan kuhindarkan’ sebanyak tujuh kali.”
5. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
مَنْ عَادَ مَرِيْضًا لَمْ يَحْضُرْ أَجَلُهُ فَقَالَ عِنْدَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَسْأَلُكَ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيْكَ، إِلاَّ عَافَاهُ اللهُ فِيْ ذَلِكَ
“Barangsiapa mengunjungi orang sakit selama belum datang ajal lalu dia bacakan di sisi sebanyak tujuh kali:
أَسْأَلُكَ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيْكَ
‘Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung Pemilik ‘Arsy yg besar semoga menyembuhkanmu’ niscaya Allah akan menyembuhkan dari penyakit itu.”
6. Dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungiku dan beliau membaca:
اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا
“Ya Allah sembuhkanlah Sa’d Ya Allah sembuhkanlah Sa’d. Ya Allah sembuhkanlah Sa’d.”
Cara-Cara Meruqyah
Perkara lain yg demikian serius utk diperhatikan oleh seorang peruqyah adl tdk melakukan tatacara ruqyah yg tdk diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ruqyah adl amal yg disyariatkan mk hendak sesuai dgn ajaran yg mengemban syariat. Berikut ini beberapa tatacara ruqyah yg dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1. Meniup dgn air ludah yg sangat sedikit bukan meludah.
Inilah yg disebut dgn an-nafats. Sedangkan di atas adl at-tafal dan di atas adl al-buzaq yg disebut dlm bahasa kita dgn meludah. Yang disyariatkan ketika meruqyah adl melakukan an-nafats dan at-tafal. Tatacara ini telah dijelaskan dlm hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yg diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Hadits ini menunjukkan boleh melakukan an-nafats dan at-tafal dlm meruqyah. Ini adl pendapat sekumpulan shahabat dan jumhur para ulama.
Adapun waktu pelaksanaan boleh dilakukan sebelum membaca ruqyah sesudah atau bersamaan. Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yg sebagian diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim sedangkan yg lain hanya diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja dan hadits Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu yg diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
2. Meruqyah tanpa an-nafats dan at-tafal.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik yg dikeluarkan oleh Al-Bukhari sebagaimana telah disebutkan di atas. Demikian pula ruqyah yg dilakukan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu dan diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
3. Meniup dgn air ludah yg sangat sedikit pada jari telunjuk lalu meletakkan di tanah kemudian mengusapkan pada tempat yg sakit ketika melakukan ruqyah.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yg diriwayatkan Al-Imam Muslim.
4. Mengusap dgn tangan kanan pada tubuh setelah membaca ruqyah atau pada tempat yg sakit sebelum membaca ruqyah.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah yg diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dan hadits ‘Utsman bin Abil ‘Ash yg diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
5. Menyediakan air dlm sebuah bejana lalu membacakan ruqyah yg disyariatkan pada dan meniupkan pada sedikit air ludah. Kemudian dimandikan atau diminumkan kepada orang yg sakit atau diusapkan ke tempat yg sakit.
Ini berdasarkan hadits ‘Ali radhiallahu ‘anhu yg diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dlm Ash-Shahihah dan hadits Tsabit bin Qais bin Syammas radhiallahu ‘anhu yg dikeluarkan oleh Abu Dawud An-Nasa`i serta yg lain dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dlm Ash-Shahihah . Hal ini juga dikuatkan oleh beberapa atsar sebagaimana dlm Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan Mushannaf Abdur Razaq.
Demikian pula sebelum ini kami telah membawakan pengakuan Ibnul Qayyim bahwa ketika beliau sakit di Makkah pernah berobat dgn meminum air Zamzam yg dibacakan atas Al-Fatihah berulang kali. Selanjut beliau berkata: “Dari aku memperoleh manfaat dan kekuatan yg belum pernah aku ketahui semisal pada berbagai obat. Bahkan bisa jadi perkara lbh besar daripada itu akan tetapi sesuai dgn kekuatan iman dan kebenaran keyakinan. Wallahul Musta’an.”
Cara yg disebutkan oleh Ibnul Qayyim ini juga merupakan pendapat Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz rahimahumallah.
6. Menuliskan ayat-ayat Al-Qur`an pada selembar daun atau yg sejenis atau pada sebuah bejana lalu dihapus dgn air kemudian air itu diminum atau dimandikan kepada orang yg sakit.
Cara ini diperselisihkan hukum di kalangan para ulama. Di antara yg membolehkan adl Ibnu ‘Abbas Mujahid Abu Qilabah Ahmad bin Hanbal Al-Qadhi ‘Iyadh Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim. Sedangkan yg memakruhkan adl Ibrahim An-Nakha’i Ibnu Sirin dan Ibnul ‘Arabi rahimahumullah. Al-Lajnah Ad-Da`imah sebagai tim fatwa negara Saudi Arabia pernah dita tentang hal ini. Mereka menjawab bahwa hal ini tdk datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Al-Khulafa` Ar-Rasyidun dan para shahabat yg lainnya. Adapun yg diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tidaklah shahih. Selanjut mereka menyebutkan nama-nama ulama yg membolehkan sebagaimana yg tadi telah kami singgung. Kemudian mereka berkata: “Bagaimana pun juga bahwa amalan yg seperti ini tidaklah dianggap syirik.”
Demikianlah beberapa penjelasan tentang ruqyah syar’i yg bisa kami cantumkan dlm tulisan ini. Sebenar masih banyak pembahasan tentang ruqyah syar’i yg tdk bisa kami sertakan di sini krn keterbatasan tempat. Semoga yg kami tuliskan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bermanfaat bagi seluruh pembaca yg budiman. Akhir kesempurnaan itu hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

No comments:

Post a Comment